Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas fungsi Direktorat Intelijen dan Keamanan Polda Sulawesi Selatan berdasarkan susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi empiris yang biasa pula disebut dengan penelitian hukum sosiologis, karena melihat penerapan hukum sebagai suatu kondisi faktual di lingkungan sosial dan hubungannya terhadap norma hukum. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan jumlah responden sebanyak 92 orang. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana mengolah output dari kuesioner, dan disajikan dalam bentuk tabulasi frekuensi (F) dan distribusi persentasi (%). Hasil penelitian menunjukan bahwa efektivitas fungsi Ditintelkam Polda Sulawesi Selatan berdasarkan susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan, dapat dinilai dari tujuh pembagian tugas, antara lain: Direktorat Intelijen dan Keamanan (Ditintelkam); Subbagian Perencanaan dan Administrasi (Subbagrenmin); Bagian Analisis (Baganalisis); Seksi Pelayanan Administrasi (Siyanmin); Seksi Teknologi Intelijen (Sitekintel); Seksi Sandi (Sisandi); dan Subdirektorat (Subdit). Perolehan data dari keseluruhan fungsi Ditintelkam Polda Sulawesi Selatan menunjukkan hasil yang kurang efektif. Dibutuhkan keseriusan dalam meningkatkan efektivitas fungsi Ditintelkam Polda Sulawesi Selatan guna mewujudkan kamtibmas, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan.
Implementation of judicial power in the realization of judicial impartiality rests on their independence and the independence of judiciary in performing the duties of his judicial is not affected by any power, as well as the responsibilities imposed on judges in carrying out the task of checking and deciding cases and functions of the Supreme Court under the supervision of the judiciary the impartiality in the administration of judicial power, manifested in the form of preventive supervision, in the form of signs norms enshrined in both the legislation and the code of ethics and code of conduct of judges. In addition, there are forms of repressive supervision which in practice is carried out by the Supreme Court and the Judicial Commission. Abstrak Implementasi kekuasaan kehakiman dalam perwujudan imparsialitas yudisial bertumpu pada independensi mereka dan independensi kehakiman dalam menjalankan tugas-tugas kehakimannya tidak dipengaruhi oleh kekuasaan apa pun, serta tanggung jawab yang dibebankan pada hakim dalam melaksanakan tugas memeriksa dan memutuskan kasus dan fungsi Mahkamah Agung di bawah pengawasan pengadilan, ketidakberpihakan dalam administrasi kekuasaan kehakiman, yang diwujudkan dalam bentuk pengawasan preventif, dalam bentuk tanda-tanda norma yang diabadikan baik dalam undang-undang dan kode etik serta kode perilaku hakim. Selain itu, ada bentuk pengawasan represif yang dalam praktiknya dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 terhadap hak mantan narapidana menjadi calon kepala daerah. Penelitian ini adalah meggunakan tipe penelitian Hukum Normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) pertimbangan hukum majelis hakim dalam Putusan mahkamah Konstitusi Nomor: 56/PUU-XVII2019 untuk menjadi calon kepala daerah dengan syarat setelah mejalani masa tunggu selama 5 tahun sejak di bebaskan serta terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan narapidana. Atas dasar itu Mahkamah Konstitusi memberikan hak kepada mantan narapidana untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. 2) hak mantan narapiana untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah dalam putusan MK telah mengembalikkan hak-hak mantan narapidana yakni hak untuk ikut berpartipasi dalam politik dan hak yang sama dihadapan hukum. The research aims to analyze the decision of the Constitutional Court Number 56 / PUU-XVII / 2019 on the rights of ex-convicts to become candidates for regional head. This research is to use the Normative Law research type. The results of this study conclude that: 1) the legal considerations of the panel of judges in the Constitutional Court Decision Number: 56 / PUU-XVII2019 to become a candidate for regional head with the conditions after undergoing a waiting period of 5 years since being released and openly and honestly telling the public that the person concerned ex-convict. On that basis, the Constitutional Court gives the right to ex-convicts to run for regional head. 2) The right of former prisoners to run for regional head elections in the Constitutional Court decision has restored the rights of former prisoners, namely the right to participate in politics and equal rights before the law.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas kejaksaan dalam upaya pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, dan faktor yang menghambat kejaksaan dalam upaya pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.Tipe penelitian ini adalah yuridis empiris. Hasil Penelitian penulis mendapatkan bahwa: Efektivitas kejaksaan dalam upaya pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi belum efektif. Hal ini dikarenakan dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam rangka pengembalian kerugian negara ditemukan hambatan yakni, hambatan kultural bersumber dari kebiasaan negatif yang berkembang di masyarakat serta hambatan instrumental dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hukuman yang diterapkan hanya sebatas hukuman badan dan pengembalian kerugian negara sehingga tidak membuat pelaku tindak pidana korupsi tidak berkurang. Faktor yang menghambat kejaksaan dalam upaya pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi antara lain: Minimnya saksi yang mendukung pembuktian perkara korupsi, Keterbatasan sarana dan prasarana, Penghitungan kerugian negara. This study aims to determine the effectiveness of the prosecutor's office in an effort to recover state losses due to corruption, and the factors that hinder the prosecutor's office in trying to recover state losses due to corruption. The type of this research is juridical empirical. The results of the authors' research found that: The effectiveness of the prosecutor's office in recovering state losses due to corruption has not been effective. This is because in law enforcement against perpetrators of criminal acts of corruption in the context of recovering state losses, obstacles are found, namely, cultural barriers that arise from negative habits that develop in society as well as instrumental obstacles in the form of laws and regulations that make the handling of corruption crimes not run properly. The punishments that are applied are limited to corporal punishment and the return of state losses so that it does not reduce the perpetrators of corruption. Factors that hinder the prosecutor's office in efforts to recover state losses due to criminal acts of corruption include: The lack of witnesses who support proof of corruption cases, Limited facilities and infrastructure, Calculation of state losses.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.