Coastal areas have strategic value for the development of national economy and the improvement of people’s welfare and are at the same time very vulnerable to damage and destruction. Therefore, it is necessary to manage them wisely by placing economic interests in proportion with the environmental and social interests, both in the short and long term. A good policy should be in accordance with the needs of the community and its benefits to the community. Such as the policy regarding the Jakarta Bay reclamation, whether it benefits the interests of the public or those of the owners of capital. The Environmental Review of the Jakarta reclamation is considered unclear and transparent, including the Permits issued without regard to the Environmental Impact Assessment (EIA). Since 1995, the Jakarta Bay Reclamation, as part of coastal area management, has had advantage and disadvantages at the same time. The advantage is in order to create a new center of economic growth based on services and creative economy and suppress housing development in South Jakarta which should be used as a water catchment area. The disadvantages are that it causes environmental and ecosystem damage and damages the livelihoods of fishermen and communities on the North Coast of Jakarta. This paper describes the lack of conformity among environmental, social, and policy aspects in coastal area management to the Jakarta Bay reclamation. This research will present theories on environmental law compliance especially regarding licensing and spatial planning and discover the ideal rule of law model so that sustainable development can be achieved.
S aat ini telah terjadi perubahan di KBU, pembangunan yang semakin luas dan cenderung tidak terkendali, sehingga mengakibatkan penurunan daya tampung, daya dukung dan daya lenting KBU sebagai kawasan resapan air. Pada kenyataannya KBU khususnya daerah Ledeng sebagian lahannya digunakan oleh pengembang untuk membangun kompleks perumahan. Sehingga KBU dan kawasan lainnya seperti Dago, Punclut dan lainnya terancam akan beralih fungsi dari kawasan konservasi menjadi kawasan pemukiman. Akibatnya, telah terjadi alih fungsi di kawasan tersebut yang akan berdampak seperti banjir dan tanah longsor. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, memaparkan teori tentang perizinan dan tata ruang serta pembangunan berkelanjutan dikaitkan dengan kasus alih fungsi ruang. Dari hasil penelitian ini dilihat dari kasus-kasus yang ada di KBU, kebanyakan ialah apartemen dan hotel yang telah memiliki izin tetapi ternyata tidak memiliki rekomendasi gubernur. Hal ini harus menjadi perhatian para pemberi izin karena dalam Pasal 54 Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat dijelaskan perlunya rekomendasi dari gubernur untuk mendapatkan izin. Hal ini menjadi masukan bagi pengambil kebijakan dalam penaatan hukum lingkungan yaitu lebih berhati-hati dalam mengeluarkan izin sehingga dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
<p>Pembangunan infrastruktur harus dilakukan dengan mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan serta mengedepankan instrumen pencegahan dan/atau kerusakan lingkungan<ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:37">, hal ini berlaku pula terhadap </ins><ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:38">proyek </ins><ins cite="mailto:alice%20angelica" datetime="2017-08-18T15:16">i</ins><ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:38">nfrast</ins><ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:38">r</ins><ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:38">ukt</ins><ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:38">u</ins><ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:38">r </ins><ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:38">pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung</ins>. Jika tidak, akan merusak lingkungan dan berdampak kepada kehidupan sosial masyarakat sekitar. <ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:39">Penelitian </ins>ini akan membahas pembangunan <ins cite="mailto:alice%20angelica" datetime="2017-08-18T15:16">k</ins>ereta cepat Jakarta-Bandung dalam kerangka penataan ruang serta upaya penegakan hukum penataan ruangnya <ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:39">dengan </ins>menggunakan metode yuridis-normatif<ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:40">, hasil penelitian menunjukan </ins><ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:41">pembangunan p</ins>royek kereta cepat Jakarta<ins cite="mailto:alice%20angelica" datetime="2017-08-18T15:17">-</ins>Bandung <ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:42">seharusnya </ins>mengikuti kaidah hukum penataan ruang, dimana sebuah rencana pemanfaatan ruang harus dicantumkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tidak tercantumnya proyek ini dalam RTRW Kota/Kabupaten berarti tidak menaati RTR<ins cite="mailto:TDA%20P" datetime="2017-08-15T15:45">W</ins> yang ditetapkan. Selain itu, kondisi ini juga bisa dikategorikan sebagai pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukkannya<ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:43">, sehingga</ins> <ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:43">m</ins>erupakan unsur pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administrasi dan pidana. <ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:43">Oleh sebab itu d</ins>alam melaksanakan pembangunan, <ins cite="mailto:Apri%20Listiyanto" datetime="2017-08-08T09:43">P</ins>emerintah harus lebih konsisten dalam memilih proyek yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.</p>
Indonesia has enough access to freshwater resources of the planet. However, uneven distribution together with mediocre water management and a lack of water infrastructures make a significant number of households in this country have inadequate access to safe water. This becomes big issues, because the provision of safe water, sanitation and hygienic conditions are essential to protect human health and save humanity during the Covid-19 pandemic. When this article was written, COVID-19 patients who were confirmed to be infected were in all Indonesian provinces, with the largest numbers of patients located in Java. The purpose of this study is to determine the efforts of the Indonesian government to fulfill its responsibilities in fulfilling clean water during a pandemic. The study collects all regulations and policies concerning clean water and an analyses them using doctrinal method. The result of the study shows that although there are enough regulations governing the use of clean water, they have not resolved the problem of clean water fulfillment. In overcoming water needs during the pandemic, the Indonesian government did not make additional efforts other than those previously planned in the Strategic Plan of the Ministry of Public Works and Housing. The disruption of the economy has an impact on state finance, causing the government to refocus budgeting. As a result, many programs related to clean water are postponed. This minimum effort by government is neglecting its responsibility in fulfilling the right to water. The government must emulate how to fulfill the needs for water during the pandemic from other countries and using this situation to fix the problem of clean water in Indonesia
asca berlakunya Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang didalamnya menghapus, mengubah, dan melakukan pengaturan baru terhadap Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang berpengaruh terhadap kewenangan daerah dalam melaksanakan perijinan usaha yang perlu dilaksanakan dengan memperhatikan dampak lingkungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis bahan hukum dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan, teori, dan studi pustaka yang didukung dengan pendapat para ahli dibidangnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis tentang kewenangan daerah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasca berlakunya undang-undang cipta kerja yang di dalamnya telah merubah ketentuan Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada substansi perizinan lingkungan, serta mengambil alih kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang seharusnya kewenangan pemerintah daerah menjadi kewenangan pemerintah pusat. Kata kunci: kewenangan; lingkungan; pemerintah daerah.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.