Tradisi petik laut merupakan salah satu kebudayaan masyarakat Muncar. Tradisi ini sudah berlangsung sejak dahulu dan merupakan peninggalan nenek moyang. Tujuan dan makna dari petik laut adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pelaksanaannya, petik laut banyak menyerap beberapa kebudayaan, baik kebudayaan agama Islam, Hindu, Kristen, maupun Budha sehingga memungkinkan adanya pro dan kontra. Oleh karena itu, dalam penelitian ini masalah yang diteliti adalah bagaimana pelaksanaan petik laut yang dilakukan oleh masyarakat Muncar? dan bagaimanakah petik laut dalam perspektif tokoh-tokoh lintas agama? Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus di mana sumber datanya adalah orang-orang yang terlibat langsung dengan petik laut dan juga tokoh-tokoh lintas agama. Data dikumpulkan dengan menggunakan tiga teknik yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun analisis data menggunakan teknik analisis Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan petik laut dapat dilihat dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanan, dan tahap penutupan. Petik laut dalam perspektif tokoh-tokoh lintas agama baik dari agama Islam, Hindu, Kristen, dan Budha merupakan hasil kebudaya dari warisan nenek moyang yang dilakukan secara turun-temurun sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan atas hasil laut yang melimpah. Perbedaan pendapat mengenai petik laut dalam perspektif tokoh-tokoh lintas agama hanya terletak pada bagaimana cara merealisasikan ungkapan syukur tersebut. Ada yang dilakukan dengan istighosah, tahlilan, ada juga yang dilakukan dengan melarungkan sesaji untuk diberikan kepada Tuhan.
The tradition of petik laut is one of the cultures of the Muncar people. This tradition has been going on for a long time and is the legacy of our ancestors. The purpose and meaning of ‘’petik laut’’ is an expression of gratitude to God Almighty. The implementation of petik laut absorbs many Islamic, Hindu, Christian and Buddhist religious cultures, allowing for pros and cons. Therefore, two research problems were formulated in this study. Those are: (1) how is the implementation of ‘’petik laut’’ carried out by the Muncar society? and (2) How is the ‘’petik laut’’ according to the interfaith figure’s perspective? The research used the case study method. The data was collected from people directly involved with petik laut and interfaith figures. Data were collected using three techniques, namely observation, interviews, and documentation. The researcher analyzed the data based on Miles and Huberman's analysis techniques. The results of this study show that the implementation of petik laut could be seen from three stages: the preparation stage, the implementation stage, and the closing stage. Petik laut, from the perspective of interfaith figures of Islam, Hinduism, Christianity and Buddhism, is a cultural product of ancestral heritage passed down from generation to generation as a form of gratitude to God for the abundant marine products. Differences in the opinion of ‘’petik laut’’ from the perspective of interfaith figures in how to realize this expression of gratitude. Some were done by istighosah, tahlilan, and some by throwing offerings to the sea to be given to God.