Hakim karena jabatannya memiliki kewenangan memberikan putusan lebih dari petitum, terutama dalam memenuhi hak perempuan. Perkara cerai talak nomor 2096/Pdt.G/2022/Pa. Jr. merupakan perkara yang diputus tanpa hadirnya Termohon (verstek) dalam persidangan sehingga Termohon dianggap mengakui dalil-dalil permohonan Pemohon serta tidak menuntut apapun, disisi lain Termohon juga telah terbukti nusyuz. Namun majelis hakim secara ex officio justru memutus nafkah 'iddah terhadap Termohon. Penelitian ini berfokus pada pemberian nafkah ‘iddah bagi istri nusyuz secara ex officio pada perceraian verstek. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pertimbangan hakim dan pandangan madzhab Syafi’i terkait penentuan nafkah ‘iddah istri nusyuz pada putusan tersebut. Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa 1) pemberian nafkah 'iddah bagi Termohon nusyuz pada putusan verstek tersebut hakim mendasarinya atas rasa keadilan dan atas dasar kesanggupan dari pemohon. 2) pemberian nafkah 'iddah bagi Termohon nusyuz bertentangan dalam perspektif Syafi'iyyah. Namun pada satu sisi pertimbangan hakim pada putusan tersebut tidak sampai pada ranah yang diharamkan, sebab perbuatan nusyuz istri hanya mengakibatkan pada hilangnya hak istri dan gugurnya kewajiban suami, tidak sampai menjadi larangan bagi suami yang secara suka rela dan menyanggupi untuk memberikan nafkah kepada istrinya yang nusyuz.