This paper discusses the imposition of penal-administrative sanctions to recalcitrant tax payers. Stress shall be given to the importance of legal (penal-administrative) AbstrakTulisan ini menelaah penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana pajak. Pentingnya sanksi di bidang hukum pajak adalah sebagai pencegahan upaya penghindaran pengenaan pajak dan mendorong penerimaan Negara dari pajak. Telaah kritis akan diberikan pada ketentuan umum dan mekanisme penjatuhan sanksi pada wajib pajak berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2007 (ketentuan umum dan tata cara perpajakan). Perhatian khusus akan diberikan pada kesepakatan untuk menghentikan penyidikan (oleh jaksa agung atas permintaan menteri keuangan) dengan syarat wajib pajak membayar lunas nilai pajak terhutang ditambah denda administratif sejumlah empat kali nilai pajak terhutang. Berdasarkan telaahan itu penulis akan menawarkan beberapa gagasan perbaikan dan pengembangan bagi penjatuhan sanksi yang mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat.Kata kunci: pidana pajak; penghentian penyidikan; sanksi administratif pajak; sanksi sosial pajak; sanksi pidana pajak.
Trash-talking adalah istilah yang sering digunakan dalam komunitas online game. Trash-talking merupakan perkataan yang ditujukan kepada lawan atau rekan satu tim yang bertujuan untuk mengganggu fokus lawan atau untuk bercandaan kepada rekan. Saat ini, trash-talking ini sering kali memuat hal-hal yang tidak lagi berkaitan dengan permainan, seperti dengan komentar yang mengandung SARA atau sexist. UU ITE telah mengatur mengenai perbuatan apa saja yang tidak boleh dilakukan dalam suatu platform online. Berdasarkan latar belakang, muncul dua permasalahan, satu bagaimana perbuatan trash-talking diidentifikasi sebagai perbuatan pidana, kedua bagaimana penegakan hukum terhadap perbuatan trash-talking di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pidana dari perbuatan trash-talking dan efektivitas penegakan hukum terhadap perbuatan trash-talking dalam platform online game di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan adalah metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yang dilakukan dengan data sekunder, serta didukung dengan data primer yang diperoleh melalui Teknik pengumpulan data penelitian kepustukaan dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perbuatan trash-talking dapat diidentifikasi sebagai tindak pidana ketika muatannya memenuhi unsur-unsur dalam ketentuan-ketentuan pada UU ITE. Ketika trash-talking mengandung muatan pelecehan seksual, pengancaman diri seseorang, dan/atau ujaran kebencian, maka perbuatan trash-talking tersebut merupakan suatu tindak pidana. Penegakan hukum terhadap perbuatan trash-talking dalam platform online game masih banyak terdapat hambatan antara lain secara aturan hukum, kondisi masyarakat serta kemampuan dari aparat penegak hukum sendiri. Maka, untuk mengefektifkannya perlu adanya perbaikan pada faktor-faktor sebagaimana disampaikan sebelumnya untuk dapat mengefektifkan penegakan hukum terhadap perbuatan trash-talking dalam platform online game.
Kasus penganiayaan tak henti-hentinya menjadi sorotan publik, tak hanya penganiayaan yang dilakukan secara spontan, namun juga yang direncanakan terlebih dahulu dan menimbulkan luka berat sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 353 ayat 2 KUHP. Seperti yang kita ketahui, penganiayaan berencana sendiri merupakan salah satu tindak pidana. Di mana, terdapat dua unsur di dalamnya antara lain: Actus Reus yaitu suatu perbuatan yang menurut masyarakat tercela dan patut dihukum, dan Mens Rea atau niat jahat pelaku. Adapun keterkaitan keduanya dapat dilihat dalam bentuk ekspresi “actus non reus facit reum nisi mens sit rea”. Secara konseptual, tergambar secara jelas penentuan niat jahat (mens rea) di dalam suatu perbuatan (actus reus) khususnya tindak pidana penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka berat, namun nyatanya dalam tatanan implementasi, hal ini masih menjadi menimbulkan perdebatan, yaitu terdapat perbedaan penafsiran serta penerapan unsur mens rea dalam tindak pidana penganiayaan berencana. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan sumber data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Sedangkan spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Bahan hukum diperoleh melalui studi dokumen atau kepustakaan, yang kemudian dianalisis secara kualitatif, komprehensif, dan lengkap. Di dalam penelitian ini akan dikaji mengenai penafsiran dan penerapan unsur mens rea pada tindak pidana penganiayaan berencana dari berbagai putusan, sehingga kesimpulan dari penelitian ini untuk memberikan penjelasan mengenai penentuan mens rea yang diterapkan pada masing-masing kasus, serta memberikan pemahaman dan saran guna menentukan parameter untuk mengukur mens rea pada perkara penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka berat sebagaimana Pasal 353 ayat 2 KUHP. Abstract Persecution cases, not just spontaneously but also planned and resulting in severe injury, regulated in Criminal Code (KUHP) Article 353 Paragraph 2, are continuously gaining public’s attention. As we have known, Actus Reus is an act that in society’s perspectives are disgraceful be punishable. Actus Reus heavily related to Mens Rea or malicious intent of the perpetrators. Both connections can be seen in the expression of “actus non reus facit reum nisi mens sit rea”. Conceptually, the malicious intent of perpetrators (mens rea) are clearly shown in an act (actus reus), especially a planned persecution crime that causing a heavy injury. But in real implementation, this case is still on debate. There are different interpretation and application of mens rea factor in planned persecution crimes. This research is normative study through law approach with secondary data in a form of primary, secondary and tertiary law and legal sources. However, the specification of this research is a descriptive analysis. Law and legal sources obtained from literature studies that are analyzed completely and comprehensively. This research would examine the interpretation and application of mens rea factors in planned persecution crime from different verdicts. So the conclusion of this research will give clearer explanation to determine mens rea in each cases and give deeper understanding and suggestion to define a parameter to mens rea in severe injury-planned persecution crime based on Article 353 Paragraph 2.
Pencemaran nama baik terlebih dahulu diatur dalam Pasal 310 KUHP untuk melindungi kehormatan dan nama baik orang perorangan. Pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam UU ITE Pasal 27 Ayat (3). Berdasarkan Putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008, keberlakuan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE mengacu pada Pasal 310 KUHP yang mensyaratkan pengaduan (klacht). Penerapan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE dalam perkara pencemaran nama baik terhadap kelompok orang seringkali menimbulkan kebingungan karena tidak jelasnya pribadi yang dituju. Penerapan Pasal ini sebagai delik aduan absolut dalam perkara pencemaran nama baik terhadap kelompok orang masih kurang tepat karena pengaduan dalam hal ini dilakukan oleh seseorang yang tidak dirugikan secara pribadi melainkan secara kelompok. Pasal ini diterapkan berdasarkan interpretasi masing-masing penegak hukum sehingga tidak mencerminkan kepastian hukum. Metode Penelitian ini adalah yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan dengan teori hukum dan praktik pelaksanaannya.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.