ABSTRAKPeningkatkan mutu genetik tanaman dapat dilakukan melalui, eksplorasi, hibridisasi, mutasi breeding dan rekayasa genetik. Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) mempunyai variasi genetik yang sempit karena diperbanyak secara vegetatif. Salah satu teknik peningkatan mutu genetik nilam dapat dilakukan dengan mengumpulkan plasma nutfah dari berbagai sentra produksi maupun daerah lainnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakter morfologi, anatomi, produksi dan mutu minyak atsiri 15 aksesi nilam. Penelitian dilakukan di KP. Cimanggu Balittro sejak Januari sampai Desember 2010. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua ulangan. Bahan tanaman yang digunakan adalah 15 aksesi yaitu GR1, GR3, GR4, BNY, CLP, PWK1, BRS, DRI, PKB, GYL, KT, TM2, Sipede 4, LO1, SK dan varietas Sidikalang sebagai kontrol. Parameter yang diamati karakter pertumbuhan, produksi dan mutu pada umur lima bulan setelah tanam. Hasil penelitian menunjukkan variasi yang tinggi terhadap karakter kuantitatif, sedangkan pada karakter kualitatif variasinya sangat sempit. Tingkat kekerabatan berdasarkan karakter morfologi batang dan daun berkisar antara 83,95-97,41%, karakter produksi dan mutu berkisar antara 65,86-95,91% dan terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu kelompok I dan II. Masing-masing kelompok dipisahkan oleh karakter jumlah daun, panjang daun, tebal daun, tinggi tanaman, jumlah cabang sekunder, panjang ruas cabang, diameter batang, bobot basah, bobot kering, dan jumlah kelenjar minyak. Tingginya kandungan kadar minyak atsiri dan patchouli alkohol terdapat pada GR1 (2,44%), GR3 (2,27%), GR4 (3,31%), PKB (2,85%), dan TM2 (2,25%) dengan kadar patchouli alkohol di atas 43,85%. Produksi bobot basah 402,3-861,2 g dan bobot kering 91,3-203,4 g tanaman ABSTRACT Improving the quality of plants genetic can do through exploration, hybridization, breeding mutation and genetic engineering. Patchouli plant (Pogostemon cablin Benth) has a narrow genetic variation because they propagated vegetatively. One of the technique to increase the genetic quality of patchouli could be done by collecting germplasm of production centre and other areas. The aim of this research was to observe characteristic morphology, anatomy, yield and volatile oil quality from 15 accessions of patchouli. The research was conducted at Cimanggu Experiment Station of Indonesian Spice and Medicinal Crops Research
<p>Rehabilitasi dan ekstensifikasi pertanaman jambu mete di sentra produksi merupakan program strategis untuk meningkatkan produksi nasional. Menteri Pertanian sudah melepas sembilan varietas unggul jambu mete nasional. Dalam pelaksanaannya, program rehabilitasi dan ekstensifikasi masih terkendala oleh terbatasnya jumlah benih unggul karena sistem penyebarannya masih belum tertata secara baik. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebaran benih varietas unggul jambu mete di sentra produksi Kawasan Timur dan Barat Indonesia. Data primer diperoleh melalui survei lapangan secara sengaja (<em>purposive random sampling</em>) di beberapa lokasi calon kebun sumber benih, sedangkan data tentang penyebaran, asal-usul populasi dan penciri/karakteristik utama calon sumber benih jambu mete diperoleh berdasarkan <em>desk study</em>. Hasil penelitian menunjukkan kesembilan varietas unggul jambu mete nasional, sebagian besar berasal dari hasil seleksi populasi pertanaman jambu mete milik petani di beberapa lokasi pengembangan mete. Penyebaran varietas unggul jambu mete tersebut mengikuti minat petani dan kondisi lingkungan yang sesuai dengan daerah pengembangannya yang baru. Varietas unggul yang banyak dikembangkan di Wilayah Timur Indonesia (NTT, NTB, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara) adalah keturunan dari populasi Muna dan MPF 1, sedangkan di Wilayah Barat Indonesia adalah keturunan varietas Meteor YK. Kemurnian benih dari calon kebun benih jambu mete perlu dimonitor mutunya karena jambu mete sifatnya menyerbuk silang. Selain itu, untuk menjamin ketersediaan benih sumber jambu mete berkelanjutan, setiap sentra produksi harus membangun kebun induk terbarukan karena blok penghasil tinggi jambu mete yang ada saat ini sudah tua dan produksinya akan terus menurun.</p>
The research was undertaken to obtain drought-tolerant patchouli putative mutant calli through gamma-irradiation and in-vitro selection using Polyethylene Glycol (PEG). Patchoulina 2 variety was used as the mother plant. Embryogenic calli were induced on three medium formulation (combination of 0.1; 0.3 and 0.5 mg/l 2.4D with 0.1 mg/l BAP). The induced embryogenic calli were then exposed to nine levels of Gamma irradiation (0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, and 40 Gray) in combination with two levels of PEG (0 and 20%). The results showed that MS media with 2.4-D 0.3 mg/l and BAP 0.1 mg/l was the best medium for callus induction. The ability of calli to survive decreased with increasing doses of gamma irradiation. The radiosensitivity of patchouli calli showed that LD20 at 14.06 Gray and LD50 at 26.98 Gray. The drought-tolerant patchouli putative mutant calli were obtained from gamma-ray irradiation doses 15, 20, and 25 Gray in selection media 20% PEG has better drought stress tolerance compared to parent Patchoulina 2 variety. Further selection in the glasshouse and field are needed to obtain a candidate variety of patchouli drought tolerance.
ABSTRAKJambu mete merupakan tanaman menyerbuk silang, yang biasa diperbanyak dengan biji. Salah satu upaya penyediaan tanaman agar sama sifatnya dengan induknya adalah dengan grafting. Oleh karena itu, dalam konservasi plasma nutfah jambu mete, tanaman hasil eksplorasi diperbanyak dengan cara grafting. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat keragaman tanaman hasil grafting 16 aksesi jambu mete asal Sulawesi Tenggara berdasarkan karakter morfologi. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cikampek, Januari sampai Desember 2015 dengan melakukan observasi langsung terhadap individu tanaman. Batang bawah yang digunakan adalah varietas B02, sedangkan batang atas adalah 16 aksesi hasil eksplorasi dari beberapa daerah di Sulawesi Tenggara. Pengamatan karakteristik morfologi secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan terhadap tanaman hasil grafting umur 4 tahun. Tingkat keragaman 16 aksesi jambu mete asal Sulawesi Temggara bervariasi pada karakter bentuk daun, bentuk basal dan ujung daun, bentuk tajuk, arah percabangan serta warna daun muda dan tua. Karakter bentuk tepi daun, bentuk permukaan daun bagian atas dan bawah tidak bervariasi. Tingkat keragaman morfologi daun berkisar 67,18-87,59%, terbagi menjadi dua kelompok yang dipisahkan oleh karakter warna daun muda dan arah percabangan. Karakter tinggi tanaman, lebar tajuk, panjang daun, lebar daun, tebal daun, dan panjang tangkai daun sangat bervariasi. Tingkat keragaman berkisar antara 77,44-95,91% terbagi menjadi dua kelompok besar yang dipisahkan oleh karakter tinggi tanaman, panjang tangkai daun dan lebar tajuk. Karakter tinggi tanaman memisahkan 16 aksesi jambu mete dalam dua kelompok dengan koefisien keragaman 77,45-95,46%. Pada tahap selanjutnya perlu dilakukan observasi terhadap produksi gelondong, untuk menentukan korelasi antara pembeda pada sifat morfologi jambu mete dengan produksi gelondong.
<em>Cashew in cross-pollinated plants, one effort to improve the diversity gentik in germplasm of cashew nut was carried out by a cross between high-producing elders and the elderly tolerant of </em>helopeltis sp.<em> </em><em>The aimed of this study is to know the variability of 25 accession of cashew nut hybrid based on leaf morphology characters. The study was conducted at Cikampek Experimental Station, from January to December 2016, using direct observation method <strong> </strong>the<strong> </strong>qualitative and quantitative morphological characters of the cashew at the age of two years. Observations were done on eight plants per plot, each observed as many as 50 leaves per plant. The result showed that the morphology character of cashew nut varied. Character of leaf ovatus, obovatus, and oblong The trunk and rounded ends, pointed and blunt. Form the edge of the leaf, form the bottom and top surfaces smooth leaves. The color of the adult leaves was dark green, and young leaves were reddish brown and yellowish green. The diversity 18.35-100 % and the level the closeness of 0.10-0.38, divided into two groups. Group one separated by characters a leaf shape oblongus, leaf base form of the rotundatus, leaf tip shape rotundatus and obtusus and young leaves color BGB N199 A, group two separated by the <em>characters of the leaf shape obovate, leaf base form of the obtusus, leaf tip shape acuminatus and retusus and young leaves color GB 200 B. The lenght of the leaf characters, the width of the leaf, the leaf thickness and the length of the petiole vary with the degree of diversity 47.67-96.94 % and the proximity distance 0.19-6.19 which is divided into teo groups. One group was separated by the the highest leaf length character 17.6-20.6 cm, whereas the two group was separated by the smallest leaf length character 14.6-17.1 cm.</em></em>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.