Perkembangan penduduk Pulau Jawa terus terjadi. Menurut hasil perhitungan indeks tekanan penduduk Pulau Jawa tahun 2006 diketahui sebesar 1,61 dan apabila Banten tidak dimasukkan ke dalam perhitungan tekanan penduduk menjadi 1,80. Estimasi indeks tekanan penduduk pada tahun 2010 menunjukkan adanya sedikit peningkatan menjadi 1,63 dan 1,83 jika tidak memasukkan Banten. Indikasi terjadinya over population Pulau Jawa didukung oleh hasil simulasi bahwa dengan jumlah penduduk saat ini, semestinya penduduk petani tidak lebih dari 24%. Sedangkan dengan sistem pertanian yang diterapkan saat ini, jumlah lahan pertanian yang dibutuhkan untuk menghidupi seluruh penduduk Pulau Jawa adalah seluas 8.428.980 ha setara sawah. Keadaan faktual menunjukkan jumlah pertanian sebanyak 41% dan luas lahan 4.863.487 ha setara sawah. Hasil perhitungan tapak ekologi lahan pertanian Pulau Jawa menunjukkan bahwa tapak ekologi Pulau Jawa tahun 2006 bernilai 0,2339 Gha/orang atau 0,1064 ha/orang. Itu artinya setiap penduduk Pulau Jawa telah menggunakan lahan untuk konsumsi produk pertanian sebesar 0,1064 ha. Pada saat yang sama kemampuan lahan pertanian menyediakan produk pertanian sebesar 0,1111 Gha/orang atau 0,0551 ha/orang. Keadaan ini mengindikasikan bahwa kapasitas biologis lahan pertanian dalam menyediakan produk-produk pertanian yang dikonsumsi oleh penduduk sudah terlampaui (overshoot) sebesar 0,0536 Gha/orang atau 0,0513 ha/orang. Besarnya defisit lahan pertanian tersebar merata di setiap propinsi.
The expansion of oil palm plantations run very quickly within two decades in Indonesia. It provides a certain amount of risk against natural resources and the environment. These risks are mainly landscape changes, ecosystems changes and livelihood system change of the rural society. In order to suppress risk, sustainability standards for plantation operation, needs to be implemented. One of the instruments that ensure sustainability standards is ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). However, its implementation is still limited to be voluntary. In the near future, ISPO will be implemented as mandatory for all business model of oil palm plantation as well as for oil palm mills. This research is about to find out the readiness of the oil palm smallholders to implement ISPO, in particular with regard to the parameters of land seeds legality, land legality, and knowledge on the management of the environment. This research was conducted in several villages in three locations, namely in Riau, Central Kalimantan and East Kalimantan Province. A number of respondents were withdrawn from each village and were selected using simple random sampling method. The results showed that land legality parameter, legality of the seed, and knowledge of oil palm smallholders about environmental management reveals unreadiness of the smallholder to carry out ISPO certification. Thus, the risk of a oil palm plantation expansion towards natural resources and the environment, will still be a great challenge in the future.
<p>The development of organic agriculture is significant both at local, national, regional, and global in the last two decades and organic farming has matured enough to offer lesson. In the process, these developments characterized by a variety of internal and external conflicts such as conflict of interest, the data conflicts, resource conflicts, and structural conflicts. Products from various conflicts between the actors who are related, ultimately forming institutional arrangements. This study aims to explain the mechanisms that made the actors involved in organic farming in managing conflicts by placing community as an important actor. This study uses a constructivist paradigm that seeks to understand the meaning construction management of conflicts of various actors. The study was conducted in three locations namely Tasikmalaya District, West Java, Boyolali, Central Java, and Malang in East Java. Conflict management model that has been built by the institutional organic farming in Tasikmalaya, Boyolali, and Malang a lesson learned for other lowland rice farming locations that could potentially be the location of the development of organic rice. In the development phase, while this institutional organic farming that have been built are encouraged to ensure food security where production is not only oriented to meet export demand, but also meet the needs of organic food at the local and national levels.<br />Keywords: conflict management, organic farming, sustainability, food security</p><p><strong>ABSTRAK</strong><br />Perkembangan pertanian organik cukup signifikan baik di level lokal, nasional, regional, maupun global dalam dua dekade terakhir ini dan organic farming has matured enough to offer lesson. Pada prosesnya, perkembangan tersebut diwarnai oleh beragam konflik baik internal maupun eksternal berupa konflik kepentingan, konflik data, konflik sumber daya, maupun konflik struktural. Produk dari beragam konflik diantara aktor-aktor yang terkait tersebut, pada akhirnya membentuk aturan-aturan kelembagaan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mekanisme yang dilakukan para aktor yang terlibat dalam pertanian organik dalam melakukan manajemen konflik dengan menempatkan komunitas sebagai aktor penting. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis yang berupaya untuk memahami konstruksi makna manajemen konflik dari berbagai aktor. Penelitian dilakukan di tiga lokasi yaitu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, dan Kabupaten Malang Jawa Timur. Model manajemen konflik yang telah dibangun oleh kelembagaan pertanian organik di Tasikmalaya, Boyolali, dan Malang menjadi pembelajaran bagi lokasi pertanian padi sawah lainnya yang berpotensi menjadi lokasi pengembangan padi organik. Pada fase pengembangan sementara ini, kelembagaan pertanian organik yang berhasil dibangun didorong untuk menjamin ketahanan pangan dimana produksi bukan hanya diorientasikan untuk memenuhi permintaan ekspor namun juga dapat memenuhi kebutuhan pangan organik di tingkat lokal dan nasional.<br />Kata kunci: manajemen konflik, pertanian organik, keberlanjutan, ketahanan pangan</p>
IDG Indonesia is at 70,68 in 2014. In terms of income contribution, women share just 35,64 percent than men 64,36 percent. Rural tourism program giving opportunities to women as a business actor. Women as business actors can contribute to household income. The purpose of this research is to: 1) identify internal and external factors of women participation as business actors in rural tourism; 2) identify the level of women participation as business actor in rural tourism; 3) analyze relation women participation as business actors in rural tourism with its contribution to household income on Kandri Rural Tourism. This research used a quantitative approach supported by qualitative data. The result showed that age, the level of education, length of business actors, and external factors have a correlation with women participation as business actors in rural tourism. The level of women participation as business actors classified in the high. Rank Spearman correlation test shows that there is a significant correlation between the level of women participation as business actors in rural tourism with its contribution to household income. It means, when women participation as business actors in rural tourism is high, its contribution to household income high too.Keywords: tourism, women as business actors, women empowermentABSTRAKPada tahun 2014 IDG Indonesia berada pada angka 70,68. Dalam hal sumbangan pendapatan, perempuan hanya 35,64 persen dibandingkan laki-laki 64,36 persen. Program desa wisata memberikan peluang untuk perempuan sebagai pelaku usaha. Perempuan sebagai pelaku usaha dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi faktor internal dan eksternal partisipasi perempuan sebagai pelaku usaha pada desa wisata; 2) mengidentifikasi tingkat partisipasi perempuan sebagai pelaku usaha pada desa wisata; 3) menganalisis hubungan partisipasi perempuan sebagai pelaku usaha pada desa wisata dengan kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Wisata Kandri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur, tingkat pendidikan, lamanya usaha, tingkat pengaruh aktor penggerak partisipasi, akses perempuan pada desa wisata, sumber dana usaha, dan tingkat penerimaan budaya patriarki memiliki hubungan yang signifikan dengan partisipasi perempuan sebagai pelaku usaha pada desa wisata. Tingkat partisipasi perempuan sebagai pelaku usaha tergolong tinggi. Uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara partisipasi perempuan sebagai pelaku usaha pada desa wisata dengan kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat partisipasi perempuan sebagai pelaku usaha pada desa wisata maka semakin tinggi kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga.Kata Kunci: pariwisata, pemberdayaan perempuan, perempuan pelaku usaha
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.